THE CASE FOR REGIONAL POLICY : BRITISH EXPERIENCE


Kebijakan ekonomi regional di Inggris telah menunjukkan perkembangan yang mengejutkan.  Tren ekonomi ini mengalami pasang naik dan pasang surut, sekarang kebijakan regional hanya tinggal di buku undang-undang selama lebih dari enam puluh tahun.  Meskipun kebijakan ini mendapat banyak tantangan, nampaknya ini akan menjadi salah satu bentuk pengambilan kebijakan ekonomi yang menonjol di antara kebijakan-kebijakan lainnya beberapa tahun ke depan. Perluasan kegiatan kebijakan regional European Commission (EC) di negara-negara anggotanya (termasuk Inggris) memberikan contoh yang sangat baik tentang pentingnya pembuat kebijakan memikirkan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah dalam standar hidup. 



Makalah ini akan menerangkan mengapa kebijakan regional adalah sebuah komponen yang penting dalam kebijakan ekonomi pemerintahan. Makalah ini terdiri dari lima seksi dimana masing-masing seksi akan membahas hal yang berbeda.

9.1. Kasus Pengurangan Kesenjangan Ekonomi Regional
Sejak tahun 1930, serangkaian kebijakan dipercaya mengandung unsur-unsur kebijakan regional. Hal ini diakui secara luas bahwa kesenjangan ekonomi regional (misalnya dalam tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita) yang bertahan dalam jangka waktu yang lama memiliki efek yang merugikan pada efisiensi operasi perekonomian nasional.  Selain itu, perbedaan tersebut mungkin memiliki konsekuensi politik dan sosial yang berbahaya. 
Efek-efek yang berbahaya yang paling signifikan dapat dikategorikan kedalam empat kelompok, yaitu :
a)        Adanya substansi kesenjangan regional dalam standar hidup menyebabkan ketidakpuasan dan kebencian.
Hal ini paling banyak dirasakan oleh orang-orang yang prospek mendapatkan pekerjaan dan standar hidupnya berada dibawah standar umum, sedangkan penyebabnya bukanlah dari mereka sendiri. Contohnya lulusan sekolah di Liverpool dan Glasgow mempunyai prospek untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih kecil dari teman-temannya yang di daerah Tenggara. Hal ini terutama berlaku bagi mereka dengan standar kualifikasi yang minim
b)         Tingkat pengangguran yang tinggi yang berlangsung terus menerus memiliki konsekwensi yang berbahaya terhadap ekonomi dan sosial.
Jika pengangguran bisa dikurangi secara permanen di daerah dengan tingkat pengangguran tinggi tanpa menyebabkan hilangnya pekerjaan di daerah dengan tingkat  pengangguran yang rendah, seluruh bangsa akan menjadi lebih baik.  Orang-orang yang sebelumnya menganggur akan menghasilkan output dan pembayar pajak tidak lagi harus mendukung pengangguran.  Pengangguran yang lebih rendah juga berarti rendahnya tingkat kriminalitas dan kurangnya kesulitan sosial, terutama bagi mereka yang telah  menjadi pengangguran dalam jangka waktu lama.  Alasan yang sama juga berlaku untuk pemanfaatan industri dan tanah komersial.  Ada sejumlah tanah yang dibiarkan saja tidak produktif. Apabila ini diperbaiki, lingkungan perkotaan akan menjadi lebih baik dan meningkatnya PDB nasional
c)        Kesenjangan regional dalam pertumbuhan ekonomi bisa menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi pada area perkotaan yang tumbuh cepat melaui permintaan modal sosial yang berlebihan, persisnya kebalikan dari daerah yang kehilangan populasinya, dimana modal sosial biasanya kurang dimanfaatkan.
Bangunan, jalan, jaringan kereta api dan bandara di  Tenggara terus berada dalam tekanan yang intens, dimana banyak waktu yang terbuang percuma. Contohnya Orbital Motorway M25 disekeliling London, sejak dibuka tahun 1987, 3 tahun kemudian pemerintah harus menganggarkan £ 1.000.000.000,- lagi untuk membuat jaringan keempat yang berguna untuk mengurangi kemacetan. Beberapa bulan kemudian jaringan kelima mulai dibangun dengan biaya £ 500.000.000,-
Cara merespon yang klasik ini, dimana memperbesar penyediaan prasarana dan bukannya mengurangi permintaan modal sosial, menjadi lingkaran spiral yang tidak putus-putusnya. Sekarang ini ada solusi yang layak ditawarkan dengan cara membagi modal sosial di Tenggara dengan daerah Utara yang kurang padat. Jika bagian lain dari daerah Inggris dapat membuat ekonomi lebih menarik, peningkatan terus-menerus dalam permintaan modal sosial akan melambat.  Dengan demikian baik Utara maupun Selatan akan diuntungkan
d)       Pengurangan kesenjangan regional dalam permintaan kelebihan tenaga kerja akan menuai manfaat bagi seluruh perekonomian dengan mengurangi tekanan inflasi.
Perbedaan yang terus menerus dalam tingkat pengangguran antar daerah berarti bahwa setiap kali kemajuan bisnis yang signifikan terjadi, seperti yang terjadi selama 1985-8 saat pertumbuhan output riil Inggris rata-rata lebih dari 4 persen per tahun, tekanan inflasi muncul sangat cepat di daerah dengan tingkat pengangguran yang rendah.  Hal ini terjadi karena persaingan yang ketat untuk tenaga kerja terampil, yang menjadi sangat langka saat booming.  Konsekuensinya adalah peningkatan tajam dalam inflasi upah dimana perusahaan menaikkan upah untuk menarik lebih banyak tenaga kerja (atau untuk mempertahankan pekerja yang mereka miliki).  Kenaikan upah tersebut kemudian sampai ke daerah lain melalui tawar-menawar antar pekerja di dalam perusahaan dan melalui perjanjian upah nasional.
Sejak, perekonomian berjalan ke “bottlenecks” dengan sangat cepat saat booming karena kekurangan tenaga kerja di wilayah geografis tertentu, maka tekanan inflasi akan berlangsung lambat  jika kesenjangan antar daerah dalam pengangguran kurang parah.  Selain itu, tekanan inflasi di pasar tenaga kerja meluas ke pasar lainnya selama booming.  Tekanan inflasi meluas dari pasar tenaga kerja ke pasar perumahan di Tenggara di akhir 1980-an memberikan contoh yang sangat baik dari hubungan keterkaitan pasar. Tingkat pengangguran yang rendah menyebabkan upah lebih tinggi, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan permintaan untuk perumahan dan harga rumah maka lebih tinggi (hal lain dianggap sama).  Kesenjangan antar daerah dalam pengangguran itu sendiri kemudian diperburuk oleh fakta bahwa harga rumah di daerah dengan tingkat pengangguran yang rendah merupakan penghalang untuk migrasi ke dalam yang bersih.
Cara yang dipakai untuk pengurangan disparitas pengangguran regional bisa bermanfaat bagi perekonomian nasional (baik dalam hal mengurangi inflasi atau mengurangi pengangguran nasional atau beberapa kombinasi keduanya) ditunjukkan pada Gambar 9.1 (a). Gambar 9.1. mengasumsikan bahwa (bagian atas dari gambar) inflasi upah nasional ditentukan oleh tenaga kerja yang langka di Selatan : tingkat pengangguran Usi di Selatan dikaitkan dengan tingkat yang sesuai Un1 di Utara.  Hubungan antara tingkat pengangguran di Utara dan Selatan ditunjukkan dengan garis R1 yang terletak di sebelah kiri garis 450 karena adanya permasalahan daerah di Utara.
 Misalkan sekarang bahwa kesenjangan pengangguran daerah dikurangi (misalnya dengan investasi masuk dari luar negeri, yang menciptakan pekerjaan baru di daerah dibantu).  Hubungan antara pengangguran di Utara dan Selatan pergeseran ke sebelah kanan (lihat Gambar 9.1 (b)) sehingga tingkat pengangguran yang sama Usi sekarang hubungannya dengan tingkat pengangguran yang lebih rendah di selatan dapat ditingkatkan untuk mengurangi tekanan inflasi sambil menjaga tingkat pengangguran nasional pada tingkat awal.  (Catatan bahwa tingkat pengangguran nasional adalah rata-rata tertimbang dari Us dan Un). Pengangguran di Utara kemudian akan terletak antara Un2 dan Un1.  Kemungkinan lainnya, inflasi dan tingkat pengangguran nasional dapat lebih rendah daripada sebelum penurunan kesenjangan wilayah dalam hal pengangguran.  Ini secara efektif berarti bahwa perdagangan nasional antara inflasi upah dan pengangguran telah meningkat.  Kurva Phillips Nasional (yang menunjukkan hubungan antara pengangguran dan inflasi upah) telah bergeser ke kiri



Gambar 9.1 Kurva Philip Nasional

Keterangan :           W       = persen, perubahan upah tahunan
                                US        = persen pengangguran di Selatan
                                Un        = persen pengangguran di Utara
                                R         = hubungan antara pengangguran di Utara dan di Selatan


9. 2. Kebijakan bertindak: pendekatan alternatif

Jika pasar-pasar effiecient, disparitas pengangguran regional akan secara otomatis hilang, pasar akan jelas. Tiga mekanisme utama yang akan menjamin kejelasan pasar adalah:
1)        Upah/gaji akan jatuh di wilayah pengangguran tinggi dan meningkat di daerah pengangguran  yang rendah,
2)        Pekerja akan bermigrasi dari upah rendah ke daerah yang upahnya tinggi, dan
3)        Perusahaan akan bergerak dari upah tinggi ke daerah yang upahnya rendah.

.
Skenario ini tidak sesuai dengan kenyataan. Upah direspon terbatas mencakup variasi geografis dalam pengangguran, dan migrasi tidak merespon tingkat upah regional dan kesenjangan pengangguran. Tetapi proses penyesuaian terlalu lambat untuk menghilangkan kesenjangan antar daerah dalam upah dan pengangguran. Hal ini dalam pengertian (kecepatan penyesuaian sangat lambat) bahwa pasar gagal. Mengapa kekuatan pasar gagal membuat kesan yang signifikan terhadap ketimpangan pengangguran regional? Ada dua alasan utama.
Pertama, ada hambatan besar untuk kedua migrasi, modal dan tenaga kerja. Banyak pengangguran, misalnya, tinggal di perumahan bersubsidi dan tidak memiliki sumber daya untuk membiayai pergerakan bahkan jika mereka ingin melakukannya. Perusahaan juga menunjukkan preferensi yang kuat untuk kepastian lokasi mereka daripada ketidakpastian dan gangguan yang dihasilkan dari kepindahan ke daerah lain. Ini merupakan inersia/kelembaman geografis yang jelas-jelas kuat dalam perusahaan kecil, karena input-output mereka berhubungan biasanya dengan konsumen dan perusahaan lain di lokasi mereka. Gerakan tidak akan menguntungkan dalam kasus seperti itu.
Alasan kedua mengapa kekuatan pasar gagal untuk mengurangi kesenjangan pengangguran regional, yaitu bahwa upah gagal untuk merespon kondisi pasar tenaga kerja lokal. Pemerintah konservatif berturut-turut sejak tahun 1979 telah menyatakan bahwa hanya dengan mengurangi upah maka daerah pengangguran yang tinggi dapat memenangkan pasar dan pekerjaan. Kurangnya responsifnya gaji kepada kekuatan pasar ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1)      Perjanjian kolektif industri secara luas pada tingkat upah ketimbang nilai tawar lokal;
2)      Tingkat manfaat pengangguran dan dukungan pendapatan lainnya yang terlalu tinggi;
3)      Akses ke tunjangan pengangguran terlalu mudah;
4)      Penetapan upah minimum pada tingkat di atas upah bersih pasar;
5)      Tidak memadainya kebijakan klaim tunjangan pengangguran.

Konsekuensi dari faktor-faktor ini adalah bahwa pengangguran akan dicegah dari persaingan untuk pekerjaan dengan menawarkan diri untuk upah rendah di wilayah yang penganggurannya tinggi.
Apa yang harus kita dilakukan untuk mengurangi disparitas pengangguran regional? Dua pendekatan yang sangat berbeda bisa diambil, masing-masing terkait erat dengan sebuah ideologi politik tertentu.

Pertama, pendekatan pasar bebas memandang masalah regional sebagai hasil dari inefisiensi pasar, kurangnya 'budaya' kewirausahaan dan berlebihannya intervensi negara (lihat Tabel 9.1). Solusi berbasis pasar untuk mengurangi kesenjangan pengangguran daerah untuk itu penghapusan hambatan pada operasi bebas kekuatan pasar. Pasar tenaga kerja dalam kebutuhan tertentu perlu untuk dibebaskan. Kebijakan daerah, jika ada sama sekali harus diminimalkan dan bantuan keuangan yang diperlukan akan diberikan secara selektif dengan kontrol yang ketat ditempatkan pada pengeluaran kebijakan regional.
Kebalikan dari pendekatan pasar bebas adalah intervensi negara langsung, kadang-kadang disebut sebagai spasial Keynesianisme (Martin 1988; 1989b). Di tengah-tengah pendekatan intervensionis adalah pandangan bahwa masalah regional disebabkan oleh kelemahan struktural dalam perekonomian dan kekurangan dasar investasi karena menguras modal keuangan dari daerah miskin ke daerah kaya. Kebangkitan masalah daerah membutuhkan kebijakan sisi penawaran dalam rangka membangun kembali basis industri dan komersial daerah-daerah. Hal ini akan memerlukan keterlibatan pemerintah di tingkat lokal, regional, nasional dan tingkat EC (internasional).

Kedua pendekatan yang berlawanan untuk mengurangi kesenjangan pengangguran regional sekarang dibahas lebih terinci. Pertama pendekatan berbasis pasar.

Tabel 9.1 Dua pendekatan yang berlawanan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi (economic disparities) daerah.

Karakteristik dari pendekatan pasar bebas
Karakteristik dari pendekatan intervensionis
Ideologi Politik
Ekonomi neoklasik, Popular kapitalisme, deregulasi, privatisasi, sektor negara kecil, budaya enterprise.
Rekonstruksi Keynesian, dukungan supply-side untuk industri dan perdagangan, Intervensi negara
Penyebab kesenjangan ekonomi regional

Inefisiensi dalam masalah daerah karena kekakuan pasar.

Kurangnya 'budaya' entrepreneurial

Intervensi negara yang berlebihan
Kelemahan struktural.

Rendahnya investasi.

Mengalirkan modal keuangan untuk daerah kaya

Pemerintah tidak memadai
partisipasi dalam pembangunan daerah.
Pendekatan untuk menghidupkan kembali daerah depresi
Deregulasi pasar tenaga kerja regional

Insentif pajak untuk meningkatkan efisiensi
Pro-aktif kebijakan di tingkat regional dan lokal

Investasi publik dalam infrastruktur.
Kebijakan Daerah
Minimal pengeluaran.

Bantuan Selektif
Ekstensif bantuan daerah.

Desentralisasi kekuasaan kebijakan regional untuk badan-badan lokal dan regional
Sumber : Diadaptasi dari Martin (1989 b)


Solusi berbasis pasar untuk mengurangi disparitas pengangguran wilayah

Sejak kekakuan pasar yang mencegah upah dari kejatuhan ke tingkat kliring pasar, respon yang paling jelas adalah untuk menghilangkan kekakuan. Beberapa kebijakan telah diusulkan, beberapa berhubungan dengan pasar tenaga kerja dan beberapa lagi ke pasar perumahan.
Pasar bebas ekonomi, seperti Minford dan Stoney (1991), berpendapat bahwa fleksibilitas upah akan meningkat jika serikat buruh memiliki daya yang lebih kecil. Pemerintah bisa mencapai hal ini secara langsung melalui privatisasi, deregulasi lebih jauh dan lebih banyak kontrak layanan publik untuk perusahaan swasta. Selain itu, sektor publik dapat meningkatkan fleksibilitas upah melalui perjanjian penghapusan upah nasional dan dengan memaksakan pada nilai tawar lokal di seluruh sektor publik, dengan kondisi pasar tenaga kerja.
Selain itu, kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan migrasi tenaga kerja dari pengangguran yang tinggi ke daerah pengangguran rendah. Minford dan Stoney mengusulkan bahwa sewa di perumahan sektor publik harus ditingkatkan ke tingkat pasar dalam rangka meningkatkan insentif untuk keluar dari daerah pengangguran tinggi. Semua sewa kontrol di sektor swasta harus dihapuskan dalam rangka mendorong peningkatan penyediaan properti untuk menyewa di daerah pengangguran rendah.
Tak perlu dikatakan, pendekatan pasar bebas untuk mengurangi kesenjangan pengangguran daerah telah datang di bawah tantangan berat. Argumen bahwa serikat buruh bertanggung jawab atas menurunnya ketidakfleksibelan upah di daerah pengangguran tinggi melalui tawar-menawar upah nasional telah diperdebatkan penuh semangat. Walsh dan Brown (1991) misalnya, menunjukkan bahwa tawar-menawar upah nasional telah menurun sejak 1950-an dan prosesnya dipercepat selama tahun 1980. Penurunan dari tawar-menawar upah nasional, bagaimanapun juga merupakan hasil dari keinginan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari kondisi pasar tenaga kerja lokal pada saat negosiasi upah ditingkatkan. Pergeseran ini telah jauh dari nilai tawar nasional karena perusahaan multi-regional telah mendesentralisasikan kegiatan mereka untuk keuntungan pusat sehingga upah sudah terikat lebih erat dengan unit profitabilitas individu dalam organisasi. Jika sebuah unit sangat menguntungkan, hal ini akan mengakibatkan kenaikan upah terlepas dari pengangguran tingkat lokal.
Usulan memperkenalkan kebijakan untuk meningkatkan mobilitas, tenaga kerja dari Utara ke Selatan juga diserang. Dasar teori ekonomi menyatakan bahwa tenaga kerja mendorong untuk berpindah dari daerah tenaga kerja berlimpah ke daerah dengan tenaga kerja langka akan menghasilkan keuntungan ekonomi yang tegas. Tapi ini hanya kasus dalam permintaan dasar dan model penawaran, yang mengabaikan fakta bahwa di-migran sendiri akan menciptakan permintaan tambahan untuk modal sosial yang sudah over-digunakan di Selatan. Implikasi yang lebih luas dan dinamis juga harus dipertimbangkan karena mendorong arus masuk orang ke daerah-daerah yang sudah menderita dari kemacetan yang hanya membuat keadaan menjadi lebih buruk. Selain itu, migran hampir selalu generasi muda, lebih terampil dan lebih aktif dari sebuah popuIation. Kehilangan mereka adalah pukulan besar bagi prospek pertumbuhan Masa Depan daerah dengan pengangguran tinggi.
Alih-alih memperkenalkan kebijakan yang memudahkan tenaga kerja untuk pindah ke Tenggara yang sesak dalam rangka untuk mengurangi tekanan pasar tenaga kerja, kebijakan alternatif adalah dengan memberlakukan pajak lebih tinggi di daerah yang langka tenaga kerja/buruh dibandingkan daerah untuk tenaga kerja berlimpah. Perusahaan kemudian akan dibujuk untuk beralih ke teknik padat modal di daerah-daerah langka tenaga kerja atau memindahkan operasi mereka ke area kerja yang melimpah (Brittan 1989). Ukuran terkait adalah pengenaan pajak kemacetan. Setiap pembangunan industri atau komersial baru bisa dikenakan pajak terkait dengan jumlah meningkatnya kemacetan untuk orang lain yang sudah berada di daerah tersebut. Efeknya akan kembali untuk merangsang aliran modal keluar ke daerah tenaga kerja berlimpah.

Pendekatan intervensi untuk mengurangi disparitas pengangguran regional

Intervensi langsung pemerintah untuk mengurangi kesenjangan pengangguran regional dapat mengambil tiga bentuk utama:
1)        Mendorong investasi masuk ke daerah pengangguran tinggi;
2)        Merangsang pertumbuhan adat di daerah pengangguran tinggi, dan
3)        Regenerasi daerah pengangguran tinggi melalui investasi publik di infrastruktur sosial-ekonomi.

Kebijakan merangsang perusahaan manufaktur untuk berpindah dari daerah yang tidak dibantu ke daerah-daerah yang menerima bantuan melambangkan pendekatan intervensionis. Untuk sebagian besar periode pasca-perang, lokasi kontrol ditempatkan pada perusahaan manufaktur di daerah yang tidak dibantu (terutama di Timur Selatan), sedangkan insentif investasi telah ditawarkan kepada perusahaan pindah ke daerah yang menerima bantuan. Tujuan utama dari kebijakan Wortel-dan-Stick ini adalah untuk mencapai pertandingan geografis yang lebih baik antara permintaan tenaga kerja dan supply tenaga kerja sehingga pengangguran akan jatuh di daerah pengangguran tinggi sekaligus mengurangi tekanan inflasi di daerah yang langka tenaga kerja di Selatan.
Pendekatan strategis kedua untuk mengurangi kesenjangan pengangguran daerah adalah agar daerah yang mendapat bantuan untuk menciptakan pertumbuhan mereka sendiri. Pendekatan pertumbuhan lokal populer pada 1980-an untuk dua alasan:
1)        Strategi investasi masuk telah mengalami masalah pada 1970-an dan awal 1980-an karena kurangnya proyek investasi aktif, dan
2)        Munculnya budaya perusahaan fashion di awal 1980-an menuju ke arah munculnya perusahaan baru dan pertumbuhan perusahaan kecil.
Pilar ketiga dari kebijakan daerah adalah investasi publik dalam infrastruktur sosial dan fisik pada daerah depresi/miskin. Pendekatan intervensionist berpendapat bahwa sangat penting untuk meningkatkan daya saing mereka. Investasi pada infrastruktur fisik dapat mencakup pembangunan kembali situs yang parah, memperbaiki jaringan transportasi, menyediakan fasilitas rekreasi yang lebih baik, meningkatkan stok perumahan dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang lebih bersifat umum. Seperti perbaikan untuk tindakan fisik dan sosial suatu area infrastruktur sebagai sinyal penting bagi sektor swasta karena menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghidupkan kembali daerah depresi dan bertindak sebagai booster/penguat kepercayaan bagi para investor di sektor swasta. Hal ini juga membantu daerah tertekan untuk mempertahankan dan menarik pekerja terampil yang menempatkan premi pada kondisi kehidupan mereka.

9.3. Sejarah Pengembangan Kebijakan Regional di Inggris

Pada bagian ini kita akan mengkaji kebijakan regional di Inggris yang muncul dalam periode antar-peperangan.  Pada umumnya, kebijakan regional di Inggris adalah monopoli dari pemerintah pusat.  Untuk alasan ini kita mulai dengan diskusi peran pemerintah Inggris.  Ini diikuti dengan tinjauan singkat tentang bagian yang dimainkan dalam beberapa tahun terakhir oleh peserta lain seperti Komisi Eropa dan otoritass lokal. 

Peran pemerintah pusat dalam kebijakan daerah di Inggris

Kebijakan regional di Inggris dimulai dengan kondisi yang tidak menguntungkan pada awal perang. Pada tahun 1920, kelebihan kapasitas dan tingkat pengangguran yang tinggi menjadi “bintik hitam” karena konsentrasi secara geografis. Pemerintah menanggapi hal ini dengan mengatur papan transfer industri, yang bertujuan untuk memfasilitasi transfer para pekerja, khususnya penambang yang lapangan pekerjaan di daerahnya tidak lagi tersedia (Departemen Tenaga Kerja 1928, Cmd, 3156  , p. 1). 
Pada tahun 1938, lebih dari 200.000 pekerja telah menerima bantuan keuangan dalam skema ini.  Keberhasilan kebijakan ini memobilitas tenaga kerja dalam membantu pengangguran untuk pindah ke daerah di mana kesempatan kerja lebih menguntungkan. Tetapi dengan besarnya masalah pada masa tersebut (pengangguran mencapai 3 juta), pemindahan ini tidak memiliki banyak dampak. Tingkat kemerosotan yang parah ini menyebabkan munculnya kebijakan regional yang ironisnya inilah kelemahan terbesarnya. Masalah yang dihadapi oleh pembuat kebijakan tergambar dalam tingkat pengangguran di tabel 9.2. meskipun tabel ini hanya menyajikan persentase pekerja terdaftar yang diasuransikan (bukan total pekerja), ini tetap menunjukkan kesenjangan yang tinggi dalam tingkat pengangguran.
Wales, Skotlandia,: Irlandia Utara dan Inggris bagian utara mengalami tingkat pengangguran yang sangat tinggi dan itu adalah kondisi ekonomi dan sosial berat. Pemerintah untuk memperkenalkan “Special Areas Acts” 1934 dan 1937.  Sayangnya, tindakan ini sedikit menyedihkan karena hanya sedikit lapangan kerja yang dihasilkan. Namun, inisiatif pra perang inimenjadi penting karena dua alasan:
1)                           Menandai permulaan pemecahan permasalahan regional dengan prinsip menyediakan lapangan pekerjaan bagi pekerja
2)                           Pengurangan kesenjangan pengangguran regional menjadi prinsip yang mendasari semua kebijakan berikutnya di Inggris.
Titik balik dalam kebijakan regional Inggris muncul sebagai akibat dari penerbitan “White Paper Tentang Ketenagakerjaan Kebijakan” pada tahun 1944, setelah masa perang. Ini akibat diterimanya pandangan Keynessians yang mengatakan bahwa pemerintah bukan hanya bertanggung jawab mencipatkan lapangan pekerjaan, tetapi pemerintah memang harus menciptakan lapangan pekerjaan.  Kebutuhan khusus untuk menciptakan pekerjaan di daerah-daerah dengan pengangguran yang tinggi telah ditekankan dalam Laporan Barlow:

A beginning must be made in regarding the. country as-a social and economic unit as well as a political unit. We believe that if it be possible (and we consider that it is possible), by positive action through inducement, advice and direction, to achieve a better balanced industrial development in the areas where excessive- specialisation has brought disaster, unemployment :will be reduced in these areaS without increasing it elsewhere, whilst taking away the urge to locate new industries or to extend old ones in the admittedly congested area around London. (Royal Commission on the Distribution of the Industrial Population 1944, Cmd. 6153, pp. 208-9)

Masalah yang dihadapi pemerintah Buruh yang baru pada tahun 1945 adalah untuk membangun sebuah kebijakan mampu mencapai tujuan yang ditetapkan dalam White Paper 1944.  Dorongan utama dari aspek regional kebijaksanaan kepegawaian adalah penciptaan pekerjaan di manufaktur, Wilayah Pengembangan yang baru didirikan.  Berbagai instrumen kebijakan diperkenalkan melalui Distribusi Industri Act 1945, dan berbagai penerus.  Ini termasuk pinjaman dan hibah kepada perusahaan, kekuatan untuk membangun pabrik dan menetapkan kawasan industri dan penyediaan layanan dasar bagi industri.  Subsidi diarahkan terhadap investasi dan ini penekanan pada hibah modal bertahan selama dua dekade lebih lanjut.  Sejauh ini instrumen kebijakan yang paling kuat regional di tahun-tahun pasca-perang langsung, bagaimanapun, adalah sistem kontrol yang dikenakan pada lokasi; industri.  Kekuatan kontrol lokasi tercermin dari peningkatan jumlah perusahaan yang pindah ke daerah yang dibantu setelah 1945, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.2.


Kontrol ketat di lokasi industri yang dikenakan di tahun-tahun setelah perang hanya berlangsung singkat.  Komitmen pemerintah buruh dengan kebijakan daerah mulai berkurang awal 1947 dalam menghadapi krisis keseimbangan pembayaran.  Kurangnya komitmen dipercepat pada 1950-an dengan kembalinya pemerintahan Konservatif, dan itu tidak sampai resesi tahun 1958,  kebijakan daerah diperhatikan lebih serius lagi.  Kebangkitan penurunan dan selanjutnya kebijakan daerah selama tahun 1950 secara jelas ditunjukkan dalam Gambar 9.3 dan 9.4.


Resesi pada tahun1958, yang memicu kebangkitan kebijakan regional, penting dalam hal itu memukul industri pokok yang lama (misalnya tekstil dan galangan kapal), dan karenanya yang paling sulit daerah tradisional menjadi tertekan. Industri-industri ini tidak pernah lagi ditakdirkan untuk pulih kembali ke kejayaan mereka.  Kebangkitan kebijakan daerah berlanjut sampai tahun 1960-an, yang menyaksikan sikap yang jauh lebih serius dan ditentukan oleh pembuat kebijakan terhadap masalah regional.

Revitalisasi kebijakan regional pada awal tahun 1960 bertepatan dengan meningkatnya minat dalam dua aspek lain dari kebijakan ekonomi. 
1)        Pertama, keprihatinan tentang kinerja pertumbuhan pasca-perang Inggris dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya. 
2)        Kedua, keprihatinan sedang mengungkapkan tentang masalah-masalah pertumbuhan berlebihan di Greater London. 
Biaya sosial yang terkait, dengan konsentrasi meningkatnya jumlah penduduk dan industri yang dianggap cukup tinggi untuk mendukung kebijakan regional yang kuat.  Hasilnya adalah ekspansi besar kebijakan daerah di pertengahan 1960-an.  Pengeluaran dipercepat dan berbagai tindakan baru diperkenalkan (lihat Tabel 9.3).  Dorongan utama dari kebijakan daerah tetap luas yang sama.  Tujuannya adalah untuk mendorong perusahaan manufaktur untuk menemukan pabrik dan mesin di daerah dan mendorong untuk melakukan hal ini melalui campuran insentif dan kontrol.

Tabel 9.3 Total expenditure on major items of regional policy
Year
Total expenditure at constant 1970/l price
1962 - 1963
22,4
1963 – 1964
40,5
1964 – 1965
53,4
1965 – 1966
117,1
1966 – 1967
107,8
1967 – 1968
172,5
1968 – 1969
288,3
1969 - 1970
324,2
Source : McCallum (1979)

Perubahan pemerintah menyebabkan lemahnya kebijakan daerah antara tahun 1970 dan 1972.  Kontrol lokasi terhadap lokasi menjadi longgar dan subsidi berkurang.  Sikap negatif ini dibatalkan pada tahun 1972, terutama dalam menanggapi resesi yang menyebabkan peningkatan tajam pengangguran, khususnya di area kebijakan yang menderita pengangguran tingkat tertinggi selama lebih dari tiga puluh tahun.  Kebangkitan kebijakan regional dilanjutkan pada tahun 1974 dengan kembalinya pemerintahan baru.
Kebangkitan kebijakan regional terbukti lebih sulit dari yang  mampu diantisipasi, hal ini disebabkan krisis dari neraca pembayaran dan masalah inflasi yang mendera Inggris pada pertengahan tahun 1970-an. Hal ini menyebabkan berkurangnya investasi, terutama sektor manufaktur. Penurunan kebijakan regional ini terjadi ketika partai konservatif memperoleh posisi pada tahun 1979 yang direfleksikan dengan penurunan kontrol lokasi dan pengurangan kebijakan regional.
Kebijakan Daerah selanjutnya dikurangi lagi pada awal tahun 1980.  Lokasi kontrol dihapuskan pada tahun 1982 dan daerah berhak atas bantuan dipotong secara drastis, (lihat Gambar A.3 dan A.4 dalam lampiran, hal 370, 372). Insentif investasi juga berkurang sebagai akibat dari penghapusan Daerah Pembangunan Khusus, yang telah menarik investasi hibah '22 persen dibandingkan dengan 15 persen di area pembangunan. Indikasi yang jelas terlihat adalah peningkatan dalam kebijakan perkotaan, dimana para pembuat kebijakan memutuskan untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di perkotaan, sedangkan kebijakan regional yang dijalankan oleh pemerintah pusat menjadi berkurang. Dari tahun 1979 sampai dengan tahun 1989, bantuan yang diberikan untuk kebijakan regional terus berkurang, sedangkan bantuan untuk kebijakan perkotaan terus bertambah. Pada tahun 1989, bantuan yang diberikan untuk kebijakan perkotaan telah melebihi bantuan yang diberikan untuk kebijakan wilayah.
Perhatian ini para pembuat kebijakan terkonsentrasi pada kebutuhan untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di pusat kota.  Konsekuensinya merupakan peningkatan pesat dalam pengeluaran kebijakan perkotaan sementara kebijakan belanja daerah oleh pemerintah pusat anjlok. Kebijakan daerah diturunkan/melemah disaat kebijakan perkotaan semakin kuat. Hal ini membuat peran pemerintah pusat menjadi terbatas dengan munculnya kebijakan regional EC pada tahun 1970an. Akhirnya European Regional Development Fund mulai beroperasi di Inggris pada tahun 1975.
Pada tahun 1980, pemerintah pusat melakukan pemotongan anggaran di daerah dengan lebih besar, tujuannya untuk mempertajam kebijakan regional agar lebih fokus kepada sejumlah kecil area saja sehingga lebif efektif dalam mengurang kesenjangan dalam kesempatan kerja pengangguran.
Tahun 1988 pemerintah siap membuat perubahan selanjutnya.  pemotongan lebih lanjut dalam beberapa jenis pengeluaran yang direncanakan, terutama, dalam bentuk akhir dari skema otomatis hibah investasi, bantuan pembangunan daerah.  Sekali lagi, kebijakan regional melemahperannya adalah untuk menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong self-help, pembangunan regional 'dari dalam', dan komitmen baru untuk perusahaan.  Pendekatan ini ditandai dengan perubahan radikal, kebijakan regional tradisional, karena pemerintah menafsirkan masalah regional sebagai salah satu inefisiensi ekonomi akibat kekakuan sisi penawaran dan kekurangan aktivitas kewirausahaan di daerah yang depresi. Oleh karena itu respon dari kebijakan haruslah menolong daerah yang depresi tersebut untuk meningkatkan produktivitasnya dan daya saingnya, dan untuk menghilangkan kekakuan sisi penawaran yang mencegah industri dan perdagangan dari menghasilkan pertumbuhan mandiri.  Kunci untuk mengurangi kesenjangan regional diyakini dengan menstimulasi kewirausahaan pribumi/penduduk asli. Hal ini diyakini bahwa pengembangan penduduk asli akan menggantikan roh investasi sebagai dinamo pertumbuhan regional.
The White Paper, DTI – The Departement for Enterprise (1988) telah mengatur tujuan secara ringkas sebagai berikut : “dalam setiap pekerjaan kita akan memperhitungkan setiap kondisi yang berbeda dari region ............... untuk membuat masyarakat yang tinggal disana mampu menolong diri mereka sendiri” (white paper 1988, page 29).
Untuk mencapai tujuan ini, pengeluaran pemerintah telah diubah polanya dari otomatis ke hibah investasi yang selektif, dan menolong meningkatkan skill managerial, strategi bisnis dan inovasi. Tabel Y.4 menyediakan ringkasan dari reformasi tahun 1988.
Table 9.4   Summary of the 1988 reforms to British regional policy.
Regional Development Grants
The automatic Regional Development Grant scheme was abolished. The intention w^s that savings in
expenditure would be transfer! ed to other regional assistance schemes.
Regional Selective Assistance
More funds were to be made available for Regional Selective Assistance, a discretionary scheme which offers financial support to investment in designated assisted areas. Grants are conditional upon new jobs being created or existing jobs being safeguarded; Only proiecis which would not otherwise go ahead (including those brought forward) are supported.
Regional Enterprise Grants
These are available to firms with fewer than 25 employees. There are two variants:
1.          The Regional Investment Grant, which contributes 15 per cent of the cost of fixed assets up to a maximum of £15,000;
2.    The Regional Innovation Grant, which contributes 50 per cent of eligible project costs up to a
     maximum of £25,000 to develop new products or processes to the point of commercial production.
Firms are limited to only one of each of these two grants.
Consultancy Initiative                     .    \
This initiative isavailable to firms employing fewer than 500 employees in service and manufacturing industries. It is available throughout Great Britain, with grants of 67 per cent towards the cost of cohsiiltancy for assisted area firms (50 per cent elsewhere). The types of consultancy supported by the Initiative,include: marketing,.design, quality, manufacturing systems, business planning, financial systems and information systems. A maximum of two grants can be obtained.


Dengan sejarah dari kebijakan regional ini yang panjang ini  hasilnya masih belum bisa dilihat, kesenjangan regional masih parah.  Yang paling mencolok dari semua, bagaimanapun, kebijakan regional telah menjadi kelangsungan hidup selama periode pasar ditandai oleh komitmen yang paling ulet dengan kebijakan pasar bebas dari pemerintah manapun dalam periode pasca-perang.

Munculnya peserta baru dalam kebijakan regional di Inggris

Masuknya Inggris ke dalam pasar Komisi Eropa pada tahun 1973 merupakan titik balik bagi kebijakan daerah di Inggris.  Sebelum tahun 1973 pemerintah menikmati kekuasaan  mengenai pengeluaran kebijakan regional.  Periode sejak 1973 muncul serangkaian partisipant baru disamping pemerintah pusat.  Tiga tingkatan tambahan peserta kini terlibat bersama pemerintah pusat : Komisi Eropa, badan-badan regional dan organisasi-organisasi tingkat lokal.
Akses/masuknya Inggris kedalam European Commision (EC) ini membuat Inggris memenuhi syarat untuk menerima sejumlah bantuan financial yang ada di EC. European Social Fund (ESF) menawari untuk membiayai sebagian pelatihan dan skema mobilitas pekerja. Daerah dengan tingkat pengangguran yang tinggi adalah prioritas penerima bantuan ESF. European Coal and Steel Community  (ECSC) yang mempunyai anggaran terpisah dengan EC memberikan bantuan kepada area bataubara dan baja Inggris pada tahun 1973. Bantuan ini menolong kedua jenis industri ini dalam restrukturisasi dan investasi. ECSC bahkan menawarkan design bantuan konversi, yang membantu industri-industri baru yang bergerak di area ini dan menyewa kelebihan pekerja batubara dan baja. Kelebihan pekerja ini juga mendapat bantuan dari ECSC melalui pelatihan ulang, pemukiman ulang dan tambahan pendapatan.
Tahun 1973, European Investment Bank (EIB) mulai menyediakan bantuan untuk proyek insfrastruktur dan industri di daerah depresi Inggris. EIB menargetkan ¾ dari bantuannya pada daerah depresi EC. Pada tahun 1973 juga, daerah pertanian di Inggris mendapatkan bantuan pertanian dari Guidance Section, EC. Bantuan pertanian EC ini memiliki banyak tipe, yang kebanyakan ditargetkan pada komunitas pertanian (misalnya pinjaman untuk investasi peralatan ataupun konsolidasi lahan). Tipe lain dari bantuan dirancang untuk menarik jenis baru industri ke daerah-daerah di mana pekerjaan pertanian gagal


Selain pinjaman pembelanjaan yang bervariasi dari EC tahun 1973, dibentuk juga European Regional Development Fund (ERDF) pada tahun 1975.  The ERDF dirancang untuk melengkapi kebijakan regional pemerintah Inggris, bukan untuk menggantikannya.  Bantuan diberikan dalam bentuk hibah dan potongan menarik terhadap proyek investasi di industri (termasuk industri sektor jasa) dan untuk perusahaan kecil.  Investasi dalam infrastruktur seperti jalan, kawasan industri dan telekomunikasi juga memenuhi syarat untuk bantuan.
ERDF tumbuh lambat pada awalnya.  Seiring waktu, sebagai akibat dari reformasi utama pada tahun 1979, 1984 dan 1988, ERDF telah mengembangkan kegiatannya.  Pada gambar  9.7 menunjukkan, tingkat pengeluaran yang tumbuh akibat dari gagalnya  pemerintah Inggris.  Pengeluaran ERDF di Inggris turun kembali sedikit pada akhir tahun 1980an.  Ini disebabkan masuknya Spanyol dan Portugal pada tahun 1986 ke EC. Kedua negara ini memiliki beberapa daerah sangat tertinggal, dan dana ERDF harus dibagi kepada mereka.  Reformasi ERDF pada tahun 1988 bagaimanapun, telah menyebabkan gelombang baru dalam pengeluaran ERDF dan direncanakan meningkat setelah 1993 akan mengakibatkan peningkatan baru dalam belanja ERDF di Inggris.  Tabel 9.5 menunjukkan tingkat belanja EC di Inggris tahun 1990.  Hal ini dapat dilihat bahwa Kerajaan Serikat adalah salah satu penerima utama kebijakan  pembelanjaan regional EC.

Variasi bantuan keuangan dari EC ini bukanlah satu-satunya lembaga yang terlibat dalam kebijakan regional Inggris mulai tampak pada awal tahun 1970, tahun 1976, tiga lembaga bantuan keuangan dibentuk. Lembaga Pengembangan Skotlandia dan lembaga pengembangan Welsh bersama rencana badan pengembangan pedesaan di Wales, mempresentasikan langkah yang signifikan dalam kebijakan regional Inggris. Konsepnya adalah organisasi dengan financial yang lebih besar “clout”. Contohnya, lembaga pengembangan skotlandia (Scottish Enterprise) mempunyai anggaran sebesar £ 184 juta. Konsep banyak diadopsi oleh lembaga-lembaga yang baru berdiri.
Kedua organisasi ini merupakan organisasi yang dibiayai dengan berbagai cara. Awalnya sebagian besar pembiayaan merupakan bantuan hibah dari pemerintah pusat, tetapi sebagai lembaga, mereka telah membangun aset portofolio yang produktif (tanah, property, ekuitas di dalam perusahaan dan kredit-kredit keluar). Akibatnya aset mereka meningkat dengan cepat karena mereka bertindak sebagai katalis dan akuntan privat bagi operasi mereka.

Tabel 9.5. Activities of EC regional policy spending instruments, 1990 (figure are ini ECU million (£ 1 ECU – 1,4 in 1990))

Member state
ERDF
ESF
Guidance Section, Agriculture Fund
EIB
ECSC
Belgium
67
65
23
---
17
Denmark
18
40
19
255
---
Germany
114
211
186
132
316
Greece
562
339
271
110
---
Spain
1.802
722
312
844
---
France
443
400
389
709
285
Ireland
292
307
131
192
---
Italy
837
509
279
1.845
135
Luxembourg
3
2
5
12
---
Netherlands
46
86
11
18
---
Portugal
534
284
249
671
---
UK
470
538
101
945
390
Multi-Country
41
1
---
---
---
total
5.228
3.505
1.974
5.734
1.143
Notes : figures for ERDF, ESF and the Guidance section of the Agriculture Fund are allocations and not out turn payments. EIB loans are direct loans for regional development purposes (EIB loans for other purposes are included). The ECSC figures are for conversions land only
Source : Commission of the European Community

Badan-badan pembangunan daerah telah terbukti sangat inovatif dalam cara memberikan bantuan.  Dari bentuk bantuan tradisional seperti hibah, pinjaman dan penyediaan tempat usaha dan tempat, mereka telah berkembang menjadi berbagai tindakan lainnya.  Hal ini termasuk pengambilan langsung saham-di perusahaan, penyediaan jasa konsultasi kepada perusahaan (terutama perusahaan kecil), skema khusus untuk mendorong inovasi teknologi dan, khususnya dalam kasus Scottish Development Agency, pembangunan kembali tanah yang ditinggalkan dan skema perbaikan lingkungan.  Penekanan ini berkembang di tahun 1980-an pada pengembagan lokal danperusahaan kecil  yang menyebabkan meningkatnya kegiatan di Skotlandia dan Wales.  Sebagai organisasi tingkat regional dengan hubungan yang lebih dekat dengan pemerintah daerah dan badan-badan lokal lainnya, lembaga-lembaga pembangunan daerah secara ideal ditempatkan untuk mengoperasikan kebijakan regional jenis baru yang dikembangkan pada 1980-an.  Kesuksesan lembaga ini menimbulkan diskusi serius mengenai privatisasi mereka.  Pada tahun 1991, di bawah Enterprise nad New Towns (Skotlandia) Act, Scottish Enterprise diminta untuk mengurangi perannya yang berbasis properti dan berkonsentrasi pada investasi industri dan pelatihan (Hood 1991).  Fungsinya akan diarahkan lebih kepada perusahaan lokal. Yang paling menarik dari sejarah ini adalah lembaga-lembaga sejenis belum didirikan di Ingris sehingga jasa mereka sangat dibutuhkan.

Lembaga sejenis ini pada tingkat lokal berdiri karena beberapa alasan, yaitu :
1.      Kegagalan pemerintah secara umum dalam kebijakan pembiayaan regional, yang ditandai dengan tingginya tingkat pengangguran
2.      Tahun 1980 memunculkan trend untuk penekanan pada pengembangan lokal dan budaya kewirausahaan.
Pemerintah setempat selalu memainkan peran dalam perencanaan dan pemberian izin lokasi dalam memberikan pelayanan dan tempat untuk bisnis.  Selama tahun 1980-an mereka sangat memperluas peran mereka.  Pada pertengahan 1980-an mereka beroperasi melebihi dua puluh jenis ukuran untuk membantu perusahaan, terutama perusahaan kecil (Armstrong dan Fildes 1988; Sellgren 1991).  Otoritas lokal telah bergabung dengan organisasi pengembangan lokal. Banyak pelatihan-pelatihan yang disponsori oleh pemerintah lokal.
Munculnya begitu banyak peserta baru dalam upaya kebijakan daerah di Inggris adalah menarik dan disambut baik.  Mereka telah membantu untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh penarikan sebagian dana pemerintah pusat.  Mereka juga terbukti antusias dan inovatif dalam metode mereka. Bahkan ada sejumlah lembaga pengembangan sektor swasta berusaha membantu masyarakat lokal untuk mengatasi masalah restrukturisasi industri (misalnya British Steel (Industri) Ltd).  Beberapa industri nasional juga memiliki badan-badan usaha yang sama (misalnya British Coal Enterprise).
  Beberapa memang menimbulkan pertanyaan, terutama lembaga ini berukuran kecil dan menduplikasi pekerjaan orang lain.  Selain itu, ada kekhawatiran nyata bahwa kurangnya koordinasi antara banyak peserta yang terlibat sekarang mungkin baik membingungkan investor bisnis potensial dan menyebabkan kompetisi yang boros untuk proyek-proyek individu.

9.4 Tujuan dari kebijakan regional

Kebijakan Daerah dapat didefinisikan sebagai seperangkat instrumen kebijakan yang telah terkumpul untuk tujuan mencapai tujuan tertentu.  Salah satu upaya pertama untuk mengartikulasikan seperangkat tujuan kebijakan regional dalam Laporan Barlow (1940) yang menyatakan bahwa kebijakan regional diperlukan untuk tiga alasan:

1)        Untuk mengurangi pengangguran kronis di daerah tertentu yang sangat tertekan;
2)        Untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam distribusi geografis industri dalam orde untuk mengurangi kemacetan dan kepadatan penduduk di London;
3)        Untuk mencapai penyebaran industri yang lebih besar untuk pertahanan dan tujuan strategis.

Walaupun tujuan-tujuan yang ditetapkan tidak oleh pemerintah tetapi oleh Komisi Kerajaan, ada sedikit keraguan bahwa figur mereka mengemuka pada kebijakan regional pasca-perang. Tujuannya untuk mengurangi pengangguran di daerah depresi kronis terutama didaerah yang menonjol, dan memang tetap begitu.  Pernyataan paling jelas dari tujuan ini diberikan dalam Program Pembangunan Daerah pada tahun 1977, yang menyatakan bahwa "Tujuan utama dari kebijakan daerah Kerajaan Inggris adalah untuk membawa pasokan dan permintaan tenaga kerja di Wilayah yang dibantu lebih dekat kepada keseimbangan dengan menjaga tenaga kerja yang ada dan  menciptakan lapangan kerja baru di daerah-daerah (Komisi Masyarakat Eropa 1977a, hal 9). 
Tujuan ini ditegaskan kembali di tahun 1983, White Paper Pengembangan Daerah Industri: Pemerintah percaya bahwa kasus untuk melanjutkan kebijakan sekarang ini penting terutama dengan tujuan untuk mengurangi, atas dasar jangka panjang yang stabil, ketidakseimbangan regional di kesempatan kerja (1983a, hal 4).
Reformasi tahun 1988 baru-baru ini tampaknya telah merubah jauh pemerintah dari penciptaan pekerjaan langsung ke penciptaan pekerjaan melalui kekayaan: "Kekayaan diciptakan melalui pasar terbuka dan kompetitif. Kebijakan pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim yang merangsang penciptaan kekayaan, mempromosikan kompetisi, mengurangi birokrasi dan mendorong perusahaan”. (White Paper, DTI - Departemen Enterprise, 1988, hal 1).
Mengurangi kesenjangan antar daerah dalam pengangguran (baik secara langsung atau melalui penciptaan-kekayaan) menjadi tujuan utama yang mendasari kebijakan regional pemerintah pusat di Inggris Raya selama masa pemerintahannya. Hal ini tidak berarti bahwa tujuan lain telah sepenuhnya diabaikan. Satu tujuan yang lebih komprehensif, misalnya, bisa dilihat dari pernyataan yang dibuat oleh Departemen Perdagangan dan Industri:
Pada asumsi bahwa tujuan akhir dari kebijakan daerah adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang mandiri di daerah pada tingkat yang dapat diterima pendapatan dan pekerjaan, ada bukti yang menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan dalam kebijakan daerah secara luas ditafsirkan selama dekade terakhir.  Setelah penyisihan dibuat dengan dampak dari struktur industri, Wilayah Assisted (yang mendapatkan bantuan) terlihat telah tumbuh lebih cepat daripada di tempat lain.  Namun masih ada emigrasi dari Daerah Assisted dan pengangguran tetap lebih tinggi daripada di tempat lain (meskipun kesenjangan semakin mengecil secara proporsional).  (House of Commons Paper 206, Juni 1981)

Bagian ini menunjukkan bahwa kebijakan daerah di masa lalu, telah termotivasi oleh lima tujuan utama:
1.  daerah harus mencapai pertumbuhan yang mandiri
2.  tingkat pendapatan daerah harus 'dapat diterima'
3.  tenaga kerja tingkat daerah harus 'dapat diterima'
4.  daerah tidak boleh mengalami kerugian besar melalui migrasi penduduk
5.  tingkat pengangguran daerah tidak boleh menyimpang tajam antar daerah.
Sebuah kritik serius dari daftar tujuan tersebut diatas adalah bahwa hal itu dikemas dalam istilah yang paling umum dan dapat dimengerti secara berbeda bagi orang yang berbeda.  Tidak ada diskusi, misalnya, dari apa yang mungkin dianggap menjadi 'diterima' pada tingkat pendapatan atau pekerjaan.  Juga tidak ada arti yang jelas pada 'pertumbuhan kalimat mandiri, meskipun bisa diduga bahwa ini mengacu pada kemampuan daerah untuk mencapai pertumbuhan yang mantap tanpa mengandalkan kebijakan regional. 
Tujuan lain dari kebijakan daerah juga terlalu umum atau terlalu samar untuk tataran nilai praktis.  Mereka tidak cukup tepat untuk pembangunan yang efisien dan evaluasi kebijakan daerah.  Akibatnya, analisa kebijakan daerah telah penuh dengan ambiguitas dan kesalahpahaman.
Tujuan ekuitas adalah contoh yang sangat baik tentang perlunya presisi dalam spesifikasi tujuan-tujuan kebijakan.  Ketidak jelasan tujuan ekuitas seperti apa kebijakan regional yang seharusnya dicapai.  Hal ini sangat mungkin, misalnya, bahwa kebijakan regional yang berhasil memimpin suatu pemerataan pendapatan per kapita daerah mungkin memiliki efek regresif terhadap distribusi pendapatan.  Ini akan terjadi jika suatu daerah mengalami kenaikan pendapatan per kapita secara keseluruhan, tetapi di disisi lain sebagian besar masih harus membayar tinggi dengan pendapatan rumah tangga penduduk di wilayah depresi.  Dengan kata lain, penting untuk membedakan 'kemakmuran tempat' dan 'kesejahteraan masyarakat (Barat 1973). 
Bahkan di daerah termiskin, tidak semua orang mendapatkan manfaat dari kebijakan regional pada skala kesejahteraan.  Sebuah putaran lebih lanjut ke perbedaan “tempat kemakmuran” dan 'kesejahteraan masyarakat' adalah bahwa pemilik modal (dan sumber daya lainnya) tidak boleh tinggal di wilayah yang sama sebagai sumber daya yang mereka miliki.  Industri subsidi dapat meningkatkan pendapatan pemilik modal yang juga adalah penduduk di daerah makmur.
Contoh lebih lanjut dari kebutuhan dalam spesifikasi tujuan adalah bahwa kesejahteraan ekonomi yang melibatkan lebih dari sekedar pengurangan perbedaan tingkat pendapatan per kapita.  Stabilitas pendapatan juga penting.  Dua daerah mungkin memiliki tingkat pendapatan per kapita persis sama, mengambil rata-rata selama beberapa tahun, tetapi variasi dari waktu ke waktu mungkin jauh lebih besar di satu wilayah daripada wilayah yang lain. 
Spesifikasi tepat sasaran pada dasarnya adalah tambahan yang praktis untuk kebijakan regional untuk tiga alasan berbeda:
1.  Untuk tujuan membatasi serangkaian bidang kebijakan yang tepat;
2.  Untuk tujuan perakitan paling efisien dari instrumen kebijakan;
3.  Untuk tujuan mengevaluasi kebijakan regional.
Pentingnya menentukan tujuan yang tepat untuk pemilihan instrumen kebijakan: tujuan yang berbeda memerlukan berbagai jenis kebijakan untuk prestasi mereka.  Demikian juga mustahil untuk memperkirakan bagaimana kebijakan daerah telah efektif jika tidak jelas apa yang mereka rancang untuk dicapai.
Akan jauh lebih mudah untuk menilai efektivitas kebijakan daerah jika tujuan diekspresikan dalam istilah kuantitatif.  Ini berarti:
1)        Bahwa target numerik harus ditetapkan untuk setiap tujuan
2)        Jangka waktu sasaran yang harus dicapai harus dinyatakan secara jelas
3)        Bobot yang jelas harus melekat pada masing-masing tujuan sehingga prioritas  dapat ditentukan.

Dalam prakteknya, sulit untuk mendapatkan kebijakan untuk menentukan tujuan jelas.  Hal ini terjadi bahkan ketika hanya ada satu tujuan, seperti mengurangi ketidakseimbangan daerah dalam kesempatan kerja.  Pembuat kebijakan enggan untuk mengukur tujuan kebijakan mereka untuk dua alasan. 
-       Pertama, mereka sadar akan bahaya bagi posisi politik mereka sendiri yang menetapkan target dan gagal untuk mencapainya.  Hal ini terutama ketika mereka merasa bahwa situasi yang berada di luar kendali mereka seperti pada akhir 1970-an.
-       Kedua, ada kesulitan dalam pemantauan kebijakan regional.  Hal ini sangat sulit, misalnya, untuk mengukur dengan tepat berapa banyak pekerjaan baru diciptakan oleh kebijakan daerah.
Penekanan tujuan mendesak untuk diperjelas, kualifikasi target tidak harus dihitung, untuk menyederhanakan situasi.  Bahkan jika penciptaan lapangan kerja adalah satu-satunya tujuan dari kebijakan daerah, ini tidak berarti bahwa satu target harus ditetapkan.  Di masa lalu, telah ada kecenderungan yang berlebihan mengandalkan tingkat pengangguran sebagai indikator untuk kelesuan ekonomi daerah.  Bantuan daerah telah ditetapkan berdasarkan tingkat pengangguran, kebijakan dipilih berdasarkan kemampuan mereka untuk mengurangi pengangguran terlepas dari implikasi lain yang ada pada mereka, dan efektivitas kebijakan daerah telah dinilai terhadap kemampuan mereka (atau ketidakmampuan) untuk menciptakan pekerjaan.  Tetapi sekarang banyak menyadari bahwa masalah-masalah regional terlalu kompleks untuk satu indikator.
Daya dari seluruh indikator regional sekarang tersedia di samping tingkat pengangguran, termasuk ukuran pertumbuhan lapangan kerja, tingkat kegiatan, struktur kerja lokal (seperti campuran keterampilan dan pekerjaan), tingkat migrasi, PDRB per kapita dan pertumbuhan dari waktu ke waktu. 
Beberapa dari variabel ini diberikan dalam Tabel 9.6, yang menunjukkan bagaimana mereka bervariasi antara wilayah. 
Penggunaan beberapa indikator ekonomi harus didorong karena merupakan langkah pertama menuju kebijakan pembangunan regional yang lebih tepat sasaran.

Tabel 9.6 Beberapa Indikator Kinerja Ekonomi Untuk Wilayah Inggris
Daerah
PDB per kapita 1988
Tingkat kegiatan  pria 1989
Tingkat kegiatan Wanita
Tingkat Penganguran 1989
Tingkat migrasi Bersih 1988-1989
Pertumbuhan PDB per kapita rata-rata minus Inggris 1979-1989
UK = 100
Rank
Rata-rata
Rank
Rata-rata
Rank
Rata-rata
Rank
Rata-rata
Rank
Rata-rata
Rank
Tenggara
119.7
1
76.7
1
53.0
2
10.4
6
-0.12
8
1.0
3
Inggris Timur
98.4
2
72.6
6
54.1
1
8.5
1
0.29
5
1.3
1
East Midland
94.9
3
74.5
3
51.9
3
9.5
2
0.47
1
-0.4
5
Barat daya
94.1
4
71.2
10
50.5
5
9.8
3
0.32
4
1.2
2
Skotlandia
93.9
5
73.2
5
49.4
8
9.9
4
-0.12
8
-0.4
5
Barat daya
92.1
6
73.9
4
51.3
4
10.8
8
0.06
6
-1.2
8
Midland Barat
92.0
7
75.6
2
51.0
6
11.4
9
-0.12
8
-1.2
8
Yorkshire
90.6
8
72.5
8
49.5
7
10.5
7
0.37
3
-1.3
11
Utara
87.4
9
72.3
9
49.3
9
12.2
10
-0.01
7
-1.2
8
Wales
84.2
10
69.0
11
44.6
11
10.2
5
0.41
2
-0.1
4
Irlandia Utara
76.0
11
72.5
6
44.7
10
14.7
11
-0.41
11
-0.6
7
Sumber : Regional Trends, 1991 : employment gazette (various).

9.5 Kebijakan Regional Selama Resesi

Apakah ada kasus untuk kebijakan daerah bahkan ketika pengangguran merupakan masalah di semua wilayah?  Tentu lebih mudah untuk berpendapat bahwa kebijakan regional menghasilkan manfaat ekonomi positif ketika beberapa daerah mengalami kelebihan permintaan, sementara yang lain mengalami kelebihan pasokan.  Manfaat pergeseran geografis permintaan tenaga kerja dari daerah yang  kelebihan penawaran tenaga kerja ke daerah yang kekurangan sangat jelas. Nilai sumber daya nasional meningkat disaat tekanan inflasi berkurang. Disaat semua daerah mengalami kelebihan suplai tenaga kerja, sulit untuk mengatakan kebijakan regional mendatagkan keuntungan bagi negara.
Ketika pengangguran meluas, sangat perlu untuk mengembangkan kebijakan yang menciptakan lapangan pekerjaan diseluruh daerah, karena pengangguran di daerah disadari juga merupakan pengangguran nasional. Oleh karena itu perlu untuk menghapuskan penyebab utama resesi daripada mengharapkan pemecahan masalah yang dapat dicapai dari kebijakan regional. Peran penuh pemerintah pusat, bagaimanapun tidak akan menghilangkan peran pemerintah daerah (kebijakan regional).
Ada dua contoh tentang kebijakan regional yang mendukung kebijakan nasional, kasus tersebut yaitu:
1)   Ketika permasalahan regional telah terlalu jauh dan tidak ada pemecahan cepat.
Kebijakan yang sederhana diterapkan selama jangka waktu yang lama, khususnya selama periode resesi ketika permasalahan menjadi intensif. Saat itu dilakukan perubahan penekanan pada kebijakan regional selama resesi. Satu langkah yang jelas adalah mengalihkan kebijakan belanja insfrastruktur publik ke daerah yang depresi untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi untuk bisnis private selama kebangkitan nasional.
2)   Ketika kasus kebijakan daerah yang berbasis pada utilitas penggunaan lahan melemah selama resesi, lahan ini masih bisa dipakai untuk penggunaan lainnya
Resesi nasional tidak menghancurkan kasus kebijakan daerah.  Kebijakan daerah hanya mengubah bentuk dan menyesuaikan.  Penekanan harus dilakukan untuk merangsang pertumbuhan lapangan kerja lokal dengan menyediakan insentif tambahan untuk perusahaan yang sudah berada di daerah dimaksud.  Perusahaan baru, produk baru dan metode produksi baru harus didorong melalui kebijakan yang tepat, dan investasi publik dalam infrastruktur tidak hanya harus ditingkatkan tetapi diarahkan secara khusus kepada daerah tertentu ketika sektor swasta mengalami resesi ekonomi.  Kelestarian pekerjaan di bagian-bagian sektor swasta yang diperkirakan memiliki prospek jangka panjang dan harus diambil langkah lebih serius dari yang telah dilakukan selama ini.  Disamping itu, upaya untuk menarik investasi langsung asing ke Inggris harus diperkuat selama resesi.  Kombinasi insentif keuangan, sumber daya tenaga kerja yang tidak terpakai dan tanah untuk bangunan yang murah harus sangat menarik bagi perusahaan asing selama resesi.
Akhirnya, sangat penting untuk merancang kebijakan yang tidak hanya untuk merecovery daerah-daerah makmur yang terkonsentrasi.  Meskipun perdagangan antar daerah akan membantu untuk menyebarkan recovery terhadap semua daerah dalam perekonomian, suntikkan elemen ekonomi regional kedalam kebijakan recovery nasional akan membantu untuk memecahkan masalah regional pada saat yang sama.


Kesimpulan

Kebijakan regional di Inggris memiliki sejarah panjang, meskipun agak terkotak-kotak.  Bahkan  dalam dua puluh tahun terakhir, bentuk kebijakan regional telah berubah dan tak terukur, baik dari segi instrumen kebijakan individu pada penyelesaian pemerintah dan pola geografis dari daerah yang dibantu.  Indikator terbaik, perubahan yang terjadi dalam kebijakan regional Inggris yang sangat bervariasi dalam pengeluaran pemerintah. Pada tahun 1970, misalnya, pengeluaran kebijakan regional melebihi dari 1 / 2 dari 1 persen dari GDP, sementara pada tahun 1990 / 1 , jatuh dibawah 1 / 10 dari 1 persen dari PDB (Taylor 1991).
Perubahan signifikan lainnya pada periode 20 tahun terakhir adalah perubahan penekanan dari kebijakan. Kebijakan yang diambil diharapkan mempercepat pertumbuhan ekonomi di Inggris (dengan memanfaatkan resource yang tidak terpakai dan melepaskan diri dari tekanan inflasi) dengan sebagian besar kebijakan (tapi tidak keseluruhan) mengenai equity lahan. Para pengambil kebijakan nampaknya lebih menyukai persamaan politis dan sosial untuk menyokong kebijakan regional daripada mempromosikan nilai efisiensi ekonomi dari lahan.
Bab ini telah menunjukkan bahwa pandangan ini terlalu pesimis dan bahwa kasus ekonomi untuk memiliki kebijakan regional yang kuat berlandaskan pada yayasan perusahaan.  Kami berharap dapat menunjukkan dalam bab-bab selanjutnya bahwa dengan komitmen yang lebih besar dan visi lebih, kebijakan regional dapat menjadi bagian dari strategi nasional yang lebih ambisius khusus ditujukan pekerjaan penciptaan, dan karenanya penciptaan kekayaan.  Sebuah pandangan awal yang berharga untuk strategi tersebut, adalah untuk menjelaskan secara rinci bagaimana tujuan untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan bisa dicapai, berapa banyak pekerjaan harus dibuat dan di mana lokasinya.  Ini akan membantu untuk memusatkan perhatian pada apakah kebijakan ini mungkin untuk mencapai tujuan-tujuannya, menyediakan pembuat kebijakan dasar untuk mengevaluasi sejauh mana tujuan kebijakan yang telah ditetapkan.  Hanya dengan cara ini analisis dan evaluasi kebijakan akan membantu untuk menghasilkan instrumen kebijakan yang lebih efektif dan lebih efisien.


 
Top